SEJARAH
MANUSIA MENURUT AGAMA ISLAM
2.1.1
Pengertian Manusia Menurut Pandangan Islam
Manusia
dalam pandangan kebendaan (materialis) hanyalah merupakan sekepal tanah di
bumi. Manusia dalam pandangan kaum materialism, tidak lebih dari kumpulan
daging, darah, urat, tulang, urat-urat darah dan alat pencernaan. Akal dan
pikiran dianggapnya barang benda, yang dihasilkan oleh otak. Pandangan ini
menimbulkan kesan seolah-olah manusia ini makhluk yang rendah dan hina, sama
dengan hewan yang hidupnya hanya untuk memenuhi keperluan dan kepuasan semata.
Dalam
pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang
diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik. Manusia diberi akal dan hati,
sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa Al-Qur’an menurut
sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia
dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan
tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternatif) tetap
hidup dengan ajaran Allah (QS. Al-An’am : 165). Karena ilmunya itulah manusia
dilebihkan (bisa dibedakan) dengan makhluk lainnya, dan Allah menciptakan
manusia untuk berkhidmat kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surat
Adz-Dzariyat (51) : 56.
Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(Adz-Dzariyat (51) : 56).
2.1.2
Pengertian Hakikat Manusia
Manusia
adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diantara makhluk ciptaan-Nya.
Oleh sebab itu manusia diharuskan mengenal siapa yang menciptakan dirinya
sebelum mengenal lainnya.
Hakekat
manusia adalah sebagai berikut :
Makhluk
yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
Makhluk
yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
(tuntas) selama hidupnya.
Individu
yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati.
Makhluk
Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan
jahat.
Individu
yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia
tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di
dalam lingkungan sosial.
2.2
Asal Usul Manusia
2.2.1
Manusia dalam Pandangan Antropologi
Pada
awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan mengalami
percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi mahluk
hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia
merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara bertahap
dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama tersebut
terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan
organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil
mempertahankan dirinya. Dalam teorinya ia mengatakan : “Suatu benda (bahan)
mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan”.
Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia.
Dapat
disimpulkan bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel
sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat
lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia
ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori
Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus
dipakai dalam antropologi.[3]
Teori
ini mempunyai kelemahan karena ada beberapa jenis tumbuhan dan hewan yang tidak
mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Misalnya sejenis
biawak/komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini
tetap ada. Jadi dapat kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu
ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak dapat
dibuktikan.
2.2.2
Manusia dalam Pandangan Agama Islam
Dalam
Agama Islam, segala sesuatunya telah diatur dengan baik dan digambarkan dalam
kitab suci Al-Quran. Tidak luput olehNya, bagaimana proses pembentukkan manusia
yang juga digambarkan sejelas-jelasnya. Dalam Al-Qur’an jika dipadukan dengan
hasil penelitian ilmiah menemukan titik temu mengenai asal usul manusia ini.
Terwujudnya
alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah dalam waktu enam
masa. Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum, Protovozoikum,
Palaeozoikum, Mesozoikum, dan Cenozoikum. Dari penelitian para ahli, setiap
periode menunjukkan perubahan dan perkembangan yang bertahap menurut susunan
organisme yang sesuai dengan ukuran dan kadarnya masing-masing (tidak
berevolusi).
Manusia
dikaruniakan oleh Allah akal untuk berfikir. Dengan akal, manusia mampu
membedakan antara yang haq (benar) dengan yang bathil (salah). Dengan akal
pula, manusia mampu merenungkan dan mengamalkan sesuatu yang benar tersebut.
Dengan karunia akal, manusia diharapkan dapat memilah dan memilih nilai-nilai
kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Disamping
memiliki akal, manusia selalu terlahir dengan 3 naluri yang pasti ada dalam
dirinya, yaitu :
Naluri
untuk mensucikan sesuatu : naluri untuk beragama dan menyebah sesuatu yang
lebih dari pada dirinya.
Naluri
untuk mempertahankan eksistensi diri : manunia punya kecenderungan marah,
sedih, senang dll.
Naluri
untuk melestarikan dirinya : naluri kasih sayang.
2.3
Proses Penciptaan Manusia
2.3.1
Penciptaan Manusia Menurut Bibel
Menurut
penjelasan di dalam Bibel, Bibel tidak memuat pernyataan-pernyataan mengenai
berbagai fenomena alam yang pada setiap masa sejarah manusia dapat menjadi
subyek pengamatan dan dapat meningkatkan banyaknya penjelasan atas
kemahakuasaan Tuhan, disertai dengan rincian-rincian spesifik tertentu.
Sebagaimana akan kita lihat nanti, teks-teks semacam itu hanya ada di dalam
Al-Qur’an.
Penjelasan-penjelasan
Bibel mengenai asal-usul penciptaan manusia, dijelaskan di dalam Kitab Genesis
dalam ayat-ayat yang membahas penciptaan secara keseluruhan. Salah satu ayat
yang ada di dalam Kitab Genesis berbunyi : “Lalu Tuhan berkata, ‘Biarlah kita
membuat manusia dalam citra kita, sesuai dengan kita; dan jadilah mereka
menguasai ikan di laut, burung di udara, ternak, dan segala suatu di atas bumi
serta setiap makhluk yang melata di atas bumi’.
2.3.2
Penciptaan Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an
menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda, yaitu:
Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama, Adam a.s.
diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah liat),
min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan
seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalamA diri
(manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam (6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al Mu’minuun
(23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4). Kedua, disebut dengan tahapan
biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang
dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan
dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah)
yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya
segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu
kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. ke
dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari ‘alaqah
dan 40 hari mudghah.
Penciptaan
manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa di
antaranya sebagai berikut:
Manusia
tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya
(spermazoa).
Sel
kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
Janin
manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
Manusia
berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.
Setetes
Mani
Sebelum
proses pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu
waktu dan menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya.
Sperma-sperma melakukan perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel
telur karena saluran reproduksi wanita yang berbelok2, kadar keasaman yang
tidak sesuai dengan sperma, gerakan ‘menyapu’ dari dalam saluran reproduksi wanita,
dan juga gaya gravitasi yang berlawanan. Sel telur hanya akan membolehkan masuk
satu sperma saja.
Artinya,
bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya.
Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Apakah
manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang
dipancarkan?” (QS Al Qiyamah:36-37).
Segumpal
Darah Yang Melekat di Rahim
Setelah
lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal darah yang
disebut ‘alaqah.
“Dia
telah menciptakan manusia dengan segumpal darah”. (al ‘Alaq/96:2).
Ketika
sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, terbentuk sebuah sel
tunggal yang dikenal sebagai “zigot” , zigot ini akan segera berkembang biak
dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi “segumpal daging”. Tentu saja hal
ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan bantuan mikroskop.
Tapi,
zigot tersebut tidak melewatkan tahap pertumbuhannya begitu saja. Ia melekat
pada dinding rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya.
Melalui hubungan semacam ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari
tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya. Pada bagian ini, satu keajaiban penting
dari Al Qur’an terungkap. Saat merujuk pada zigot yang sedang tumbuh dalam
rahim ibu, Allah menggunakan kata “alaq” dalam Al Qur’an. Arti kata “alaq”
dalam bahasa Arab adalah “sesuatu yang menempel pada suatu tempat”. Kata ini
secara harfiah digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel pada tubuh
untuk menghisap darah.
Pembungkusan
Tulang oleh Otot
Disebutkan
dalam ayat-ayat Al Qur’an bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang
terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini.
“Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik” (QS Al Mu’minun:14)
Para
ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam embrio terbentuk secara
bersamaan. Karenanya, sejak lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat ini
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun, penelitian canggih dengan
mikroskop yang dilakukan dengan menggunakan perkembangan teknologi baru telah
mengungkap bahwa pernyataan Al-Qur’an adalah benar kata demi katanya.
Penelitian
di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan dalam rahim ibu
terjadi dengan cara persis seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut.
Pertama, jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot
yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang bergabung dan membungkus
tulang-tulang ini.
Saripati
Tanah dalam Campuran Air Mani
Cairan
yang disebut mani tidak mengandung sperma saja. Ketika mani disinggung di
Al-Qur’an, fakta yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan
bahwa mani itu ditetapkan sebagai cairan campuran: “Dialah Yang menciptakan
segalanya dengan sebaik-baiknya, Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat.
Kemudian Ia menjadikan keturunannya dari sari air yang hina.” (Al-Qur’an,
32:7-8).
2.4
Manusia dari Perspektif Al-Qur’an dan Al Hadist serta Iptek
Menurut
Raghib Al Asfahani seorang pakar bahasa Al-Qur’an, sebagaimana dikutip Quraish
Shihab memandang kata taqwim pada ayat ini sebagai isyarat tentang keistimewaan
manusia dibandingkan binatang, yaitu akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang
tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang
sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. Allah berbuat
demikian karena Allah ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Oleh
karenanya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak
ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia.
Selayaknya
ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem
hardware dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua
perangkat ini bekerja secara sinergis dan dinamis agar manusia bisa menjalankan
fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.
Manusia
diciptakan Allah sebagai makhluk berpribadi, sebagai makhluk yang hidup
bersama-sama dengan orang lain, sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah
alam dan sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh oleh Allah. Manusia sebagai
makhluk berpribadi, mempunyai fungsi terhadap diri pribadinya. Manusia sebagai
anggota masyarakat mempunyai fungsi terhadap masyarakat. Manusia sebagai
makhluk yang hidup di tengah-tengah alam, berfungsi terhadap alam. Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan dan diasuh, berfungsi terhadap yang menciptakan
dan yang mengasuhnya. Selain itu manusia sebagai makhluk pribadi terdiri dari
kesatuan tiga unsur yaitu : unsur perasaan, unsur akal, dan unsur jasmani.
Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai
khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi dan semi duniawi,
yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-sifat : mengakui Tuhan, bebas,
terpercaya, rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam semesta, serta
karunia keunggulan atas alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai dengan
kecenderungan jiwa ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemaujudan mereka dimulai
dari kelemahan dan ketidakmampuan, yang kemudian bergerak ke arah kekuatan.
Tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan psikis mereka, kecuali jika
mereka dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat-Nya.
2.5
Tujuan dan Fungsi Penciptaan Manusia
Tujuan
utama penciptaan manusia adalah agar manusia itu mengabdi kepada Allah artinya
sebagai hamba Allah agar menuruti apa saja yang diperintahkan oleh Allah swt.
Sedangkan
fungsi dari penciptaan manusia ini secara global kami menyebutkan tiga
kalsifikasi, yaitu:
Manusia
sebagai Khalifah Allah di muka bumi
Khalifah
disini maksudnya menjadi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan segala
isinya. Sebagai pedoman hidup manusia dalam melaksanakan tugas itu, Allah
menurunkan agama-Nya. Agama menjelaskan dua jalan yaitu jalan yang bahagia dan
jalan yang akan membahayakannya.
Perbedaan
tingkat yang akan diadakan oleh Allah di dalam masyarakat manusia, bukanlah
suatu kesempatan bagi si kuat untuk menganiaya si lemah atau si kaya tidak
memperdulikan si miskin, melainkan suatu penyusunan masyarakat ke arah kebaikan
hidup bersama melalui tolong menolong.
Manusia
sebagai Warosatul Anbiya’
Kehadiran
Nabi Muhammad saw. di muka bumi ini mengemban misi sebagai ‘Rahmatal lil
‘Alamiin’ yakni suatu misi yang membawa dan mengajak manusia dan seluruh alam
untuk tunduk dan taat pada syari’at-syari’at dan hukum-hukum Allah swt. guna
kesejahteraan perdamaian, dan keselamatan dunia akhirat.
Misi
tersebut berpijak pada trilogy hubungan manusia, yaitu:
Hubungan
manusia dengan Tuhan, karena manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Hubungan
manusia dengan masyarakat, karena manusia sebagai anggota masyarakat.
Hubungan
manusia dengan alam sekitarnya, karena manusia selaku pengelola, pengatur,
serta pemanfaatan kegunaan alam.
Manusia
sebagai ‘Abd (Pengabdi Allah)
Fungsi
ini mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah swt. Tugas
ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah swt. dengan penuh
keikhlasan. Secara luas konsep ‘abd ini meliputi seluruh aktivitas manusia
dalam kehidupannya. Semua yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya dapat
dinilai sebagai ibadah jika semua yang dilakukan (perbuatan manusia) tersebut
semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah swt.
3.1
Kesimpulan
Pengertian
manusia menurut pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat
di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik. Manusia diberi
akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa
al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4).
Manusia
adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-satunya
makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri. Ia mampu
mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.
Terdapat
dua pendapat mengenai asal usul manusia, yaitu bahwa asal usul manusia dari
nabi Adam a.s yang merupakan pendapat para ahli agama sesuai dengan kitab-kitab
suci sebagai dasar (termasuk agama Islam). Pendapat kedua berdasarkan penemuan
fosil-fosil oleh para ilmuan yang berpendapat bahwa asal usul manusia sesuai
dengan teori evolusi merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar selama
bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna. Teori kedua yang
dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan kenyataan
tidak dapat dibuktikan.
Proses
kejadian manusia berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah terjadi dalam dua tahap.
Pertama, tahapan primordial, yakni proses penciptaan nabi Adam a.s sebagai
manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia diciptakan dari inti
sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang
menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal
daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan
ruh.
Allah
menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu
makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia. Selayaknya ilmu perakitan
komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem hardware dan software,
lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua perangkat ini bekerja
secara sinergis dan dinamis agar manusia bisa menjalankan fungsinya sebagai
khalifah Allah di bumi.
Tujuan
utama penciptaan manusia adalah agar manusia menyembah dan mengabdi kepada
Allah swt. Sedangkan fungsi penciptaan manusia ke dunia, diklasifikasikan ke
dalam tiga (3) pokok, yaitu:
Manusia
sebagai Khalifah Allah di muka bumi
Manusia
sebagai Warosatul Anbiya’ Manusia sebagai ‘Abd (Pengabdi Allah)